Bantahan Terhadap Praktek Perdukunan di 4B

Kaum Muslimin rahimaniy wa rahimakumullah, pada kesempatan kali ini, saya akan membahas beberapa permasalahan yang sangat genting untuk diselesaikan. Pada kesempatan kali ini, saya akan membahas tentang dukun, perdukunan dan tipu dayanya.

Kita mulai pembahasan kita dari pengertian dukun. Dukun, atau dalam bahasa arab disebut Kahin adalah orang yang mengambil informasi dari syaithan yang mencuri dengar dari langit. Dukun-dukun itu sebelum bi’tsah (Nabi Diutus) berjumlah sangat banyak. Tetapi, setelah bi’tsah, jumlah mereka berkurang. Karena Allah –subhanahuwata’alla-, menjaga langit dengan adanya bintang-bintang.

Kebanyakan yang terjadi pada umat ini adalah apa yang dikhabarkan oleh jin kepada antek-anteknya –yang berupa manusia- tentang berita ghaib yang terjadi di bumi, maka orang mengira bahwa itu adalah kasyf (penyingkapan sesuatu yang ghaib) dan karomah.

Berita Ghaib terbagi menjadi dua:

1. Ghaib Hakiki, yaitu yang tak seorangpun mengetahuinya kecuali orang-orang yang diridhoi oleh Allah –subhanahuwata’alla-, dari kalangan para Rasul. Contoh:

Berita nasib seseorang di Akhirat, berita batas umur seseorang, perkara yang terjadi di masa depan, melihat jin atau malaikat secara sengaja, Isi hati, dll.

2. Ghaib Nisbi, yaitu ghaib yang diketahui oleh sebagian namun tidak diketahui bagi yang lainnya. Contoh: Barang hilang, Ramalan Cuaca.

Barang siapa menyatakan dirinya mengetahui ilmu yang ghaib hakiki atau nisbi tapi bukan dengan cara-cara yang dapat dibuktikan secara ilmiah maka masuk dalam ilmu perdukunan. (lihat: Qaulul Mufid II hal 47)

Allah –subhanahuwata’alla-, berfirman di dalam Al-Qur’an tentang sifat-sifat dukun

“Mereka tidak beriman kepadanya (Al-Qur’an), hingga mereka melihat ‘azab yang pedih,Maka datanglah ‘azab kepada mereka dengan mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya.” (Asy-Syu’ara’: 201-202)

Namun, jangan lalu diartikan bahwa dukun (orang yang mengaku mengetahui tentang hal ghaib) yang masih beriman pada Al-Qur’an, tidak termasuk dukun. Ingat kaidah ini, Pada dasarnya ketika seseorang mengaku mengetahui ilmu ghaib itu telah kufur (mengingkari) ayat-ayat Qur’an. Walau ia sholat, puasa, zakat, haji. Walau sebutannya Kyai, Ustadz, Syaikh, atau gelaran-gelaran lain.

Allah –subhanahuwata’alla-, berfirman di dalam Al-Qur’an,

(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, Maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.” (Al-Jin: 26)

“Katakanlah: “tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (An-Naml: 65)

Katakanlah: aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?” Maka Apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (Al-An’am: 50)

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri.” (Al-An’am: 59)

Ayat-ayat di atas telah gamblang menjelaskan bahwa hanya Allah lah yang mengetahui perkara ghaib. Dan ayat-ayat tersebut tidak bisa ditakwil menjadi memiliki makna lain. Ingat pula bahkan Para sahabat –Radhiyallahu’anhuma-, tidak mengetahui perkara ghaib. Apakah ada orang pada zaman ini yang ketaatannya melebihi sahabat–Radhiyallahu’anhuma-, sehingga ia diberikan wahyu oleh Allah mengenai hal ghaib sehingga ia mengaku mengetahui hal-hal ghaib atau isi hati?

Hukum bertanya paada dukun

  1. Bertanya dengan maksud iseng maka hal ini haram. Meski dia tidak membenarkan jawabannya.
  2. Bertanya dengan maksud ingin membenarkan jawabannya maka huykumnya haram dan sholatnya tidak diterima selama 40 hari.

“Barangsiapa mendatangi seorang dukun dan mempercayai apa yang dikatakannya, maka sesungguhnya dia telah ingkar terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad r.”(HR. Abu Dawud dari Abu Hurairah -3904- dalam kitabut tibb Bab tentang dukun. At-Tirmidzi -135- dalam kitabush shalah Bab tentang makruhnya mendatangi wanita haidh. Ibnu Majah -639- dalam kitabuth Thaharah, dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Irwa’ Al-Ghalil)

  1. Bertanya karena memiliki keyakinan bahwa dukun mengetahui ilmu ghaib secara mutlak maka hukumnya kufur akbar. –Karena ia meyakini seeorang memiliki ilmu yang hanya Allah-lah yang mengetahuinya beserta para Rasul-Nya yang diridhoi-Nya- (pen.)
  2. Bertanya untuk mengujinya apakah dia orang yang jujur atau pendusta bukan untuk mengambil jawabannya, hukumnya boleh. Karena Rasulullah –Shalallahu ‘alaihi Wassalam- pernah menguji seorang dukun yang mengaku mengetahui isi hati bernama ibnu shayyad. (HR. Bukhari-Muslim didalam hadits yang panjang)
  3. Bertanya dalam rangka menunjukkan kedustaannya, ketidakmampuannya, dan mengingkarinya, hukumnya kadang dituntut bahkan Wajib (lihat Qaulul Mufid II hal 49, At-Tahmid 320-322)

Pada Akhirnya, saya mewasiatkan kepada segenap kaum muslimin untuk berhati-hati akan jatuh ke dalam tipu daya dukun yang berkedok Kyai, Ustadz, Syaikh, Orang pintar, dll. Yang dia bagai penyelamat yang mengatakan bahwa sayalah sebaik-baik Kyai, Ustadz, dan siapa yang mengikutinya akan selamat. Yang mengaku mengetahui perkara ghaib, isi hati, masa depan, dll.

Dan termasuk perbuatan kufur adalah setiap kita akan pergi menuju suatu tempat, kita berkunjung dulu ke tempat seorang “orang pintar” untuk menanyakan bahwa boleh atau tidaknya kita berangkat. Apa bedanya antara kita dengan orang musyrik dari kalangan quraisy yang selalu bertanya pada si juru kunci ka’bah perihal boleh tidaknya mereka pergi untuk berdagang.

Janganlah kita mau untuk melakukan perbuatan yang dianjurkan pada kita oleh seseorang –yang terlihat dan dibuat-buat seperti syariat, dengan adanya ancaman ini dan itu bila tidak diamalkan- yang sama sekali tidak ada kejelasan dasar dalilnya dari qur’an maupun hadits. Atau disandarkan berdasarkan akal semata. Walau di iming-imingi sebuah ni’mat seperti terkabulnya doa, atau inilah perkara yang benar tanpa ada penjelasan dari Qur’an maupun Sunnah Nabawiyyah.

Akhirul Qalam,

Washalallahu ‘ala Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahabatihi ajma’iin.

Wallahua’lam bish showab

-Abu Muhammad Banyu Wicaksono-

Maraji’:

  1. Qur’an Al-Kariim
  2. Tafsiirul Qur’anil ‘Adhiim: Al-Hafizh ‘Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin Katsir Ad-Dimasyiqi
  3. Matan Kitabut Tauhid: Syaikh Muhammad At-Tamimi
  4. Fathul Maajid Syarah Kitabut Tauhid: Syaikh Abdurrahman Hasan Alu Syaikh
  5. Qaulul Mufiid Syarah Kitabut Tauhid: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
  6. Mutiara Faidah Kitab Tauhid: Abu ‘Isa Abdullah bin Salam
  7. Takhrij Al-Hadits Irwa’ Al-Ghalil: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
  8. Al-Firqotun Najiyyah: Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
  9. Syarah Al-Aqidah Al-Washithiyyah: Syaikh DR. Shalih Fauzan bin ‘Abdullah Al-Fauzan
  10. Syarah Rukun Islam –Syahadat-: Yazid bin Abdul Qadir Jawas
  11. Syarah Kasyfu Syubhat fi Tauhid: Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Syaikh
  12. Shahih Sunan Abi Dawud: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
  13. Mukhtashar Shahih Muslim: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
  14. Mukhtashar Shahih Bukhari: Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
  15. Risalah Hukum Sihir dan Perdukunan: Syaikh Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz

Tinggalkan komentar